Dewi Arta - Okezone
TIDAK semua anak terlahir sempurna, beberapa di antara mereka, ada yang terlahir dengan kekurangan. Salah satu kekurangan tersebut adalah gangguan dalam pendengaran.
Di Indonesia, tanpa disadari kasus pendengaran gangguan cukup memprihatinkan. "Menurut data yang didapat dari Departemen Kesehatan 1,5 persen dari masyarakat Indonesia terlahir tunarungu," papar ketua FNKTRI (Federasi Nasional untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) Drs Totok Bintoro saat ditemui di Gedung Optik Malewai, Salemba, Jakarta Pusat, belum lama ini.
Melihat kondisi yang cukup memprihatinkan itu, Pusat Alat Bantu Dengar Melawai (PADB Melawai) mendonasikan 100 buah Alat Bantu Dengar (ADB) bagi masyarakat Indonesia, khususnya untuk anak-anak.
Donasi ini pula diberikan dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional 2009 serta menyambut HUT RI ke 64. Sebanyak 80 orang mendapatkan ABD di antaranya mereka yang berusia 4-18 tahun, sedangkan 20 orang lainnya adalah orang dewasa yang berusia 20-50 tahun yang aktif bekerja, namun masih kurang mampu membeli ABD.
"Dasar pertimbangan untuk memberikan bantuan terutama kepada anak-anak usia sekolah karena ABD sangat dibutuhkan mereka dalam proses kegiatan belajar. Seperti yang kita ketahui, pengembangan bahasa sangat diperlukan agar mereka mampu berprestasi seperti anak-anak normal. Sehingga mereka pun dapat mengembangkan seluruh potensi akedemik, disamping tentunya kemampuan lainnya seperti kemampuan bersosialisasi," tutur Direktur Pusat Alat Bantu Dengar Melawai Priscilla R.K Bahana.
ADB memang perlu segera diberikan pada mereka yang membutuhkan, karena jika gangguan pendengaran itu dibiarkan saja, bisa memacu anak jadi bisu.
"Jika insan-insan tunarungu ini tidak mendapatkan habilitasi dan rehabilitasi dengan tepat dan semestinya seperti pemeriksaan pendengaran yang tepat dengan mengembangkan kemampuan bahasa oral aural dengan baik, mereka akan tetap menjadi manusia bisu," ungkap Audiologist dan pakar pendidikan anak tunarungu dari PABD Melawai Drs Anton Subarto, Dipl Aud.
Senada dengan Anton, Drs Totok Bintoro mengimbau agar kaum tunarungu mendapat perlakukan yang sama seperti manusia normal lainnya.
"Harapannya menghimbau pada lembaga-lemabag agar semakin terpanggil, karena tunarungu tidak identik dengan bisu. Dan kepada orang tua jangan putus asa, tapi dampingi anak dengan penuh kasih sayang. Untuk masyarakat umum, jangan posisikan tunarungu di tempat yang berbeda dari orang normal. Jadi tidak perlu malu mengenakan Alat Bantu Dengar," imbuhnya.
ADB yang sedianya berfungsi membantu pendengaran seseorang agar lebih baik, tak bisa dipinjamkan kepada orang lain. Pasalnya, setiap ADB diberikan kepada setiap orang yang butuh berdasarkan tingkat ketuliannya.
"Alat Bantu Dengar ini tidak bisa dipinjamkan karena hal ini berkaitan erat dengan tingkat ketulian anak, baik itu sedang, berat atau tuli, karena belum tentu cocok. ABD ini digaransi 1 tahun dan bisa diperbaiki di pusat ABD Melawai," ucap Anton.
Donasi 100 ABD ini dilakukan secara efektif dimulai dari serangkaian pemeriksaan audiologi atau pendengaran untuk menentukan ABD yang cocok bagi para tunarungu. Setelah itu, dilakukan proses pencetakan yang disesuaikan agar mereka nyaman saat mengenakan ABD. Lalu, pemasangan di daun telinga.
"Semoga kegiatan ini dapat terus kami lakukan setiap tahun sebagai upaya berpartisipasi dalam usaha memajukan dan mencerdaskan bangsa Indonesia," harap Priscilla mengakhiri pembicaraan.(nsa)
Sabtu, 29 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar