Saat kita membaca Firman Tuhan “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”, termasuk di dalamnya adalah “Kasihilah anak-anak berkebutuhan khusus yang juga adalah sesamamu”. Anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan fisik (entah cacat karena kehilangan anggota tubuh, mengalami kelumpuhan total, atau mereka yang tidak sempurna fungsi fisiknya seperti mengalami buta, tuli, bisu, dsb) ADALAH juga manusia yang utuh sama seperti kita dan anak-anak kita yang “normal”. Mereka bukan produk “cacat”, mereka adalah SESAMA kita manusia, yang merupakan gambar dan teladan Allah.
Memang, menerima dan mengasihi anak-anak berkebutuhan khusus tidaklah semudah yang kita bayangkan. Banyak keluarga, termasuk keluarga kristen, merasakan pergumulan yang luar biasa saat Tuhan mengijinkan hadirnya anak-anak berkebutuhan khusus dalam hidup mereka. Perasaan terguncang, sedih, cemas, takut, marah, dan rasa penolakan semua bercampur jadi satu, sebelum akhirnya mampu menerima dan menyesuaikan diri dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus tersebut.
Pernah seorang rekan sepelayanan bercerita kepada saya, kebetulan dia adalah seorang Guru Terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Kebanyakan anak-anak yang ditanganinya adalah anak-anak Autis. Salah seorang anak yang sedang dilayaninya memiliki saudara kembar yang “normal”, sehat, bahkan cenderung pandai dan memiliki prestasi akademik yang cemerlang di sekolah. Si Guru sangat prihatin dengan kondisi anak yang dilayaninya tersebut, karena terlihat jelas sekali orang tua dari kedua anak kembar yang sangat berbeda ini, seolah acuh dengan anak yang “kurang beruntung” ini. Setiap hari, bahkan hampir sepanjang hari, si kembar yang didiagnosis Autis hanya ditemani oleh seorang baby sitter kemana pun dia beraktivitas, baik di rumah maupun di tempat terapi. Orang tua mereka meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian kepada si kembar yang brillian. Memang, jauh lebih mudah mengasihi anak yang “normal”, apalagi yang hebat dan membanggakan orang tua, bukan? Sulit sekali bagi orang tua mana pun untuk belajar mengasihi serta menerima anak-anak yang “tidak normal” – bahkan kadang para orang tua pun merasa ragu apakah anak mereka yang “tidak normal” ini bisa mengerti atau merasakan cinta kasih yang mereka berikan.
Apa pun alasannya, dan betapa pun sulitnya, Firman Tuhan mengatakan kepada kita:
“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Anak-anak berkebutuhan khusus adalah manusia juga sama seperti kita yang “normal”, jadi mari kita belajar untuk mengasihi mereka dengan tulus, hanya Kasih Kristus yang sanggup memampukan kita memiliki kasih yang sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar