Hampir semua lapisan masyarakat memandang sebelah mata terhadap keberadaan anak abnormal. Anak abnormal biasanya disebut dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yaitu anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidak mampuan belajar atau gangguan atensi, gangguan emosional atau perilaku, hambatan fisik, komunikasi, autisme, traumatic brain injury, hambatan pendengaran, hambatan penglihatan, dan anak-anak yang memiliki bakat khusus. Mereka adalah anak dengan kondisi Autisme, Cerebral palsy, Retardasi mental, ADHD atau hiperaktif, Down Syndrome, kesulitan belajar dan anak berbakat.
Ada
Faktor dari dalam adalah faktor keturunan. Biasanya pabila ada anggota keluarga yang mengalami gangguan pada tumbuh kembangnya akan melahirkan keturunan yang mempunyai gangguan serupa pula.
Sedangkan faktor dari luar salah satunya adalah maternal malnutrisi (malnutrisi pada ibu), ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang tidak menjaga pola makan yang sehat, keracunan logam berat ataupun karena polusi dari lingkungan di sekitarnya. Hal tersebut bisa memicu kerusakan pada plasma inti, kerusakan otak pada waktu kelahiran serta gangguan otak. Lingkungan dan kebudayaan juga akan memberikan pengaruh yang cukup besar terutama pada anak yang dibesarkan di lingkungan yang buruk, sebagai contoh kasus abusive, dimana anak memberikan sebuah penolakan karena adanya stimulasi yang ekstrem dari lingkungan.
Hingga saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus di
Saat ini pula di Indonesia pelayanan khusus bagi anak berkebutuhan khusus sendiri hanya bisa dilakukan di SLB, padahal menurut doter ahli kejiwaan kepala Divisi Psikiatri Anak Departemen psikiatri FKUI/Rs CM, Dr Ika Widyawati Sp KJ (K) mengatakan bahwa anak yang perlu penanganan khusus tidak harus belajar di sekolah khusus, mereka bisa saja disekolahkan di sekolah umum bersama anak normal lainnya. Sekolah umum inilah yang mulai dikenal dengan sekolah inklusi.
Sekolah inklusi adalah sekolah umum yang menerima anak berkebutuhan khusus dengan pemberian tambahan terapi sesuai dengan kebutuhan anak tersebut. Ini dapat dilakukan oleh wali kelas, psikolog, okupasi terapi, terapi wicara ataupun orthopedagog. semua profesi tersebut mempunyai program terapi yang berbeda-beda. Tetapi semuanya akan menghasilkan hasil yang optimal apabila ada kerjasama antara pihak sekolah dengan wali murid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar